• EKSKLUSIFITAS TEOLOGIS DAN KESERUMPUNAN BAHASA

    2.1. "Boleh atau Tidak", Bagaimana dalil-dalil dan Konteksnya?

    Dan berkaitan dengan salam lintas agama, dalam Islam sendiri ada ulama membolehkan, tetapi tidak sedikit pula ulama yang mengharamkannya.
    Salah satu dalil yang mengharamkan salam lintas agama, misalnya hadits riwayat Muslim No. 5789, sabda Nabi s.a.w.: لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ "Lā tabda'û al-Yahûdsla wa lā al-Nashāra bi as-salām" (Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang Yahudi dan Nasrani). Berdasarkan pertimbangan bahwa Islam harus menghormati non-Muslim tetapi tidak boleh memuliakan mereka, maka dalam Hadits Bukhari No. 6259 dan Muslim No. 5789 disebutkan: إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ "Idzā sallama 'alaikum ahl al-kitābi faqūlū wa 'alaikum" (Apabila kaum Yahudi dan Nasrani memberi salam kepada kalian, maka jawablah: Wa 'alaikum, "dan untuk kalian juga").

    Namun bagi ulama yang membolehkan salam kepada non-Muslim, melihat konteks hadits di atas (sabab al-wurûd) sebagai larangan dalam situasi perang. Pada waktu itu umat Islam hendak mengepung kaum Yahudi dari Bani Quraizhah, yang dinilai melanggar perjanjian Hudaibiyah. Padahal dalam Q.s. Al-Zukhruf/43:89 kepada orang kafirpun diucapkan salam: فَٱصْفَحْ عَنْهُمْ وَقُلْ سَلَٰمٌ ۚ فَسَوْفَ يَعْلَمُونFashfaḥ 'anhum wa qul salām, fa saufa" (Maka berpalinglah dari mereka dan katakanlah: "Salam", kelak mereka akan mengetahui). Jadi, dalam situasi damai mengucapkan salam kepada non-Muslim diperbolehkan oleh ulama sejak generasi sahabat, antara lain Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abu Umamah, dan masih ada yang lainnya.

    Selanjutnya, bagi ulama yang melarang, mendasarkan pendapatnya dari riwayat Bukhari, seperti dikutip dalam Kitab 'Adab al-Mufrad (dan disahihkan oleh Syeikh Albani), ketika sahabat Uqbah bin Amir r.a. menjawab salam seseorang dengan jawaban: و عليك و رحمة الله و بركاته "Wa 'alaika wa raḥmatullahi wa barakatuh" (Dan bagimu juga serta rahmat Allah dan berkat-Nya), yang ternyata orang itu non-Muslim, maka sabda Nabi s.a.w.: إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك "Inna raḥmatallahi wa barakātahu 'ala al-mu'minīna, lakin adhāla llahu ḥayātaka wa aktsara mālaka wa waladak" (Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah hanya untuk kaum beriman, tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, memperbanyak harta dan anakmu).

    Belum lagi, ada sejumlah teks lain yang jelas memberi "salam" juga kepada non-Muslim Nabi sendiri mengirimkan surat kepada banyak penguasa non-Muslim dengan mengucap salam. Misalnya, surat Nabi kepada Heraklitus diawali: سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الهُدَى "Salāmun 'ala man ittaba' al-hudā" (Kesejahteraan bagi orang yang menerima petunjuk), sedangkan kepada Najasyi al-Asham diucapkan: سَلاَمٌ عليك
    "Salāmun 'alaika" (Kesejahteraan bagimu). Berdasarkan salam Nabi kepada penguasa non-Muslim itu, ada pula yang berpendapat bahwa boleh mengucap salam tetapi formulanya harus berbunyi: سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الهُدَى "Salāmun 'ala man ittaba' al-hudā" (Kesejahteraan bagi orang yang menerima petunjuk). Jadi, salam hanya diberikan bagi mereka yang mau menerima petunjuk kepada Islam.

    Lho, bukankah kepada Najasyi al-Asham, Nabi mengucapkan: سَلاَمٌ عليك "Salāmun 'alaika" (Kesejahteraan bagimu)? "Karena Najasyi akhirnya masuk Islam", jawab mereka yang tetap menolak memberi salam kepada non-Muslim. Jadi, boleh mendoakan panjang umur, murah sandang pangan dan banyak keturunan, tetapi rahmat dan berkah Allah hanya untuk Islam. Karena itu, ada pula yang berpendapat, tidak mengapa mengucapkan salam kepada non-Muslim, asal saja tanpa و رحمة الله و بركاته "wa raḥmatullahi wa barakātuh" (serta rahmat dan berkat-Nya).

    Lalu apakah panjang umur bukan rahmat Allah, dan banyak rezeki atau banyak anak bukan termasuk berkah-Nya? Tinggal bagaimana masing-masing kita mendefinisikan kata "salam", "berkat", dan "rahmat" tersebut, bukan? "Bukankah kaum non-muslim juga berkata rahmat dan kasih sayang Allah?”, tulis Al-Sya'bī seperti dicatat dalam Tafsir al-Qasimi 3/244. Menurut Tafsir al-Qurthubi, sahabat Abu Umamah al-Bahili, setiap kali berjumpa dengan seseorang, baik muslim atau non-muslim, selalu mengucap salam. "Agama", katanya, "selalu mengajar kita untuk menebar salam kedamaian" (Tafsir al-Qurthubi, 11/111

    Dalam al-Qur'an, al-Ra'd/14:24, digambarkan para ahli surga disambut malaikat dengan سَلَامٌ عَلَيْكُمْ "Salāmun 'alaikum" (Kesejahteraan atas kalian). Dalam "Haggadah Pesaḥ" (Liturgi Paskah) Yahudi, ungkapan salam שָׁלוֹם עֲלֵיכֶם "Shalóm 'aleikhem", juga dikaitkan dengan malalikat: שָׁלוֹם עֲלֵיכֶם מַלְאֲכֵי הַשָּׁרֵת מַלְאֲכֵי עֶלְיוֹן "Shalóm 'aleikhem malakhei HaSharet malakhei 'Elyon" (Kesejahteraan bagimu semua, wahai para malaikat yang melayani, para malaikat dari Yang Mahatinggi). Dengan Luk. 2:14, teks Peshitta, maka kita pun bisa membayangkan nyanyian para malaikat ketika memberitakan kelahiran Yesus kepada para gembala, pasti menyapanya dengan ܫܠܳܡܳܐ "shlamā" dalam bahasa Aramaik, bahasa sehari-hari mereka: ܬ݁ܶܫܒ݁ܽܘܚܬ݁ܳܐ ܠܰܐܠܳܗܳܐ ܒ݁ܰܡܪܰܘܡܶܐ ܘܥܰܠ ܐܰܪܥܳܐ ܫܠܳܡܳܐ ܘܣܰܒ݂ܪܳܐ ܛܳܒ݂ܳܐ ܠܰܒ݂ܢܰܝ ܐ݈ܢܳܫܳܐ "Tishbūhtā l'Alaha b'amraume w'al ar'ā Shlamā wsabrā tabā labnai nashā" (Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi dan sejahtera di bumi bagi orang-orang yang berharapan baik).

    Dengan teks Alkitab Peshitta Syriac/Aramaik, sejumlah ungkapan dalam teks asli Yunani, bahasa yang juga eksis sebagai "lingua franca" pada abad pertama, menemukan kembali konteks aslinya, yaitu "bahasa asli" Yesus dan para rasul-Nya di Galilea. Begitu juga, dengan terjemahan al-Quran bahasa Ibrani, kisah para nabi Ibrani, kini kembali mendapatkan nama-nama dan bahasa asli mereka. So, Ibrahim pasti tidak mengucap salam dalam bahasa Arab سَلَامٌ عَلَيْكَ "Salāmun 'alaika" (Q.s. Maryam/19:47), karena pada zaman Ibrahim bahasa Arab belum eksis dipakai. Jadi, lebih mungkin Ibrahim mengucapkan שָׁלוֹם "Shalom". Salah satu contoh saja, dalam al-Qur'an terjemahan Ibrani, kata سَلَامٌ "salām" diterjemahkan menjadi שָׁלוֹם "Shalóm". Q.s. Yasin/36:89 dalam bahasa aslinya: سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ "Salām, qaulan min rabb ar-raḥīm" (“Salam" sebagai ucapan dari Tuhan Yang Maha Penyayang), diterjemahkan שָׁלוֹם האמרה אליהם מאת אלהים רחוּם "Shalóm ha-imerah aleihem meet elohīm raḥūm" ("Shalóm" sebagai ucapan dari Allah Yang Maha Penyayang).


    Hiduplah berdampingan dengan Rukun, Tuhan gak pernah suka dengan orang Rasisme.
    Tuhan juga gak pernah meridhoi agama tertentu.

Tidak Ada Jawaban

Bagikan opinimu

Ayo bagikan opini kamu sekarang dengan klik "Jawab Pertanyaan"