• Surat Rindu Amoye untuk Maga


    Oleh : Amoye Yatri Dumupa 

    Dengan hormat surat rindu ini
    Amoye sampai untuk Maga.

    Maga, tolong doakan Amoye. Supaya kelak nanti akan kita jumpa kembali di tanah Idakebo, kabupaten Dogiyai, Papua.

    Orang biasa pikir doakan antarsesama itu, hal yang lumrah dilakukan setiap saat berdoa. Namun sedetik ini, saya titipkan surat buat Maga untuk terus do’akan bagiku. Semua untaian doa Maga akan selalu bersamaku. Amoye juga tak lupa doakanmu semoga sehat selalu di sana.

    Doaku dan doamu menunjukkan relasi  kami berdua tetap erat. Meskipun itu, kelak kita jumpa kembali tanah kelahiran di Dogiyai, Papua. Demikian pula, sesampai di sana pintu pelaminan terbuka lebar untuk kita.

    Janji kita belum usai di Lembah Hijau (Lehim) Dogiyai di bawa kaki gunung “Tetodee” saat berpisah tamatan SMP beberapa tahun silam. Untuk itulah, janji kita menjadi komitmen setelah selesai pendidikan kita akan jumpa di tempat kelahiran di Dogiyai.

    Rindu ini untukmu Maga. Ingin sekali bertemu mesra seperti kala dulu Maga. Biarkan rinduku tertular padamu dan setumpuk bagai gunung Deiyai.

    Perpisahan kita sejak 2017 silam di Lembah Hijau Kamuu. Sejak itu kita berpisah dipenuhi janji-janji yang tampak berwarna-warni dengan kata-kata mesra penuh makna tiada arti.

    Rindu semakin menumpuk akibat tak berjumpa dengan Maga di Lembah Hijau Kamuu di sana. Amoye dan Maga banyak cerita dan kenangan yang telah dilalui.

    Amoye jauh dari Lembah Hijau Kamuu sejak musim 2017 tinggalkan Maga di sana. Maga adalah gadis desa Idakebo yang menetap dan menahan rindu sementara gunung Odiyai menatapnya.

    Amoye Dumupa adalah lelaki dusun yang goreskan pena menuliskan rindu pada kertas. Rindu tentang Maga termenung hening seiring memikirkan Maga dari kota metropolitan Jakarta.

    Amoye menulis “Surat rindu” sembari menatap gunung Merapi yang terbentang rapi di Jakarta. Tujuan Amoye menatap kertas untuk menggoreskan rindu pada Maga.

    Amoye tak lupa menuliskan sebuah artikel tentang tanah Papua yang hidup dalam genggaman penguasa tirani. Tanpa berpikir panjang Amoye menuliskan apapun tujuan utama yang Amoye  penasaran seperti artikel, opini, cerpen, puisi, dan berita lainnya.

    Amoye berada di dekat Mesjid jalan masuk asrama Dogiyai di kota istimewa Yogyakarta. Ketika itu musim panas, tiba-tiba hadphone Amoye bergetar dan ternyata Maga dari pedalaman Idakebo, kanupaten Dogiyai, Papua.

    Luangkan waktu sejenak untuk berbicara sama Maga sambil duduk di asrama bersama teman-temannya. Karena suara Maga tidak terdengar di telinga Amoye dan akhirnya Amoye lebih memilih untuk teduhkan hati di bawa pohon yang menjulang tinggi.

    Dalam perbincangan itu, Maga berkata: Amoye dengarkan cerita yang dialami Maga.

    Maga mulai bercerita.(*)

    Kemarin sore, ada masalah keluarga tetangga kami. Pas saya dan ade Nelson kami dua juga ikut menonton masalah itu. Di situ ada hiburan perintas waktu, seperti halnya dengan perkawinan antara dua insan, ada sesuatu yang luar biasa dalam masalah itu, akhirnya kesimpulan berdamai.

    Usai menonton perkara itu kita bergegas menuju “Owaapa”. Bapa dan mama mereka sudah sediakan makanan dan minuman untuk sore. Sa deng ade Nelson tong dua minta terimakasih banyak kepada kedua orangtuaku. Karena semua makanan sudah tersedia, kita hanya tinggal makan saja. Seusai itu kita pun tertidur pulas.

    Keesokan pagi bangun tidur, ternyata malam mimpi Amoye. Mimpi itu cerita langsung dengan kedua orangtuanya.

    Tiba-tiba ayah bertanya, mimpi seperti apa?

    Maga mulai cerita: “Mimpi tadi malam itu sangat mustahil karena saya dengan Amoye di Jawa kami dua putus, artinya putus cinta kami dua,” cerita Maga sambil meneteskan air mata.

    Balas ayah: “Maga, putus cinta itu biasa dan bukan karna jodoh, agama juga beda dengan Amoye. Mending kamu cari laki-laki lain saja daripada dia di sana.”

    “Saya tidak terima pembicaraan ini ayah, karena saya dan Amoye itu cinta sejati, sejak SMP dulu” kata Maga sambil menggelengkan kepala.

    Mendengar kata itu, ayahnya tensi dan memukul Maga, akibat beda agama yang dimaksud bapanya.

    Sementara mama kandung Maga dengan suara gertak meneriak jangan pukul anakku. Mama berikan penjelasan tentang cinta kepada suaminya yang keras kepala.

    “Pak, namanya cinta itu, suka sama suka, agama bukan menjadi alasan untuk kita putuskan hubungan mereka berdua, Pak,” kata Mama memberikan kejelasan kepada suaminya.

    Maga pu cerita belum tamat, saya putuskan ceritanya untuk berlanjut. Karena awal cerita membuat hati Amoye terpukul di kota metropolitan Yogyakarta.

    Cerita diingat, soal itu hanya jarak memisahkan. Intinya kita saling doakan biar hubungan kita berjalan mulus sampai  selesai pendidikan menuju pelaminan.

    Seusai bicara hp kasih padam. Amoye pun melanjutkan aktivitas tadi yaitu memulai menulis. Amoye lanjut aktivitas tadi menulis sebuah cerita cinta dan rindu itu.

    Beberapa bulan terakhir Maga belum ada kabar sama sekali. Sekali waktu, hp Amoye berbunyi. Amoye angkat teleponnya kemudian ada suara Maga di balik layar.

    “Amo mulai sekarang jangan telepon sa lagi. Soalnya, sa su orang pu jodoh sekarang,” kata Maga sambil meneteskan air mata.

    Amoye berdesah panjang dan bertanya: “Maga kawin dengan siapa” tanya Amoye dengan nada sedih.

    Jawab Maga : “Sa kawin deng Robi teman kamu, Amo.”

    “Ok baik su Maga, semoga kamu bahagia,” kata Amo terakhir langsung hp kasih padam.

    “Amoye pikir panjang kenapa Maga kawin dengan Robi teman saya di kampung sana.”

    Setahun kemudian ada coretan inbox masuk di via messenger Amoye dengan tulisan: “Maga pu suami meninggal,” pesan singkat dari Noli teman SMP dulu.

    Amoye mengikut sedih dan tak tahan air mata terus berlinang di lembah lesun pipinya, lantaran suami Maga yang meninggal itu teman main di pedalam sana.

    Lanjut Noli katakan, dia tinggalkan satu putri. Anak itu dipiara oleh mamanya Maga. Lantas, Maga lanjut kuliah katanya.

    Oh iya, jawab Amoye lepaskan suara pelan. Lalu, Maga lanjut kuliah di mana?

    Jawab Noli: “Uswim Nabire, dia mengambil jurusan Peternakan.”

    Amoye : “Ok baik sudah kawan” saya cuma tanya saja.

    Saya tulis cerita itu fiktif sesuai pengalaman yang dialaminya musim 2018 silam.

    Catatan akhir penulis: “Amoye pu cinta ada Maga hanya dalam rindu. Maga tidak mengakui bahwa cinta Maga ada Amoye. Bukan siapa tolong pengertian Maga wae. Apalagi Amoye telah korbankan pesan bapa dan mama hanya karena kau Maga.”

    Cerita belum tamat masih bersambung.(*)

    *) Penulis adalah mahasiswa terlantar Yanuarius Yatri Dumupa di kota metropolitan Solo.

Tidak Ada Jawaban

Bagikan opinimu

Ayo bagikan opini kamu sekarang dengan klik "Jawab Pertanyaan"